Berita

Draf Revisi UU Penyiaran Dinilai Ancam Demokrasi, YLBHI: Berpotensi Jadi Alat Kekuasaan

31
×

Draf Revisi UU Penyiaran Dinilai Ancam Demokrasi, YLBHI: Berpotensi Jadi Alat Kekuasaan

Sebarkan artikel ini
Draf Revisi UU Penyiaran Dinilai Ancam Demokrasi, YLBHI: Berpotensi Jadi Alat Kekuasaan

JAKARTA – Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Tanah Air (YLBHI) menafsirkan polemik pembahasan draf revisi Undang-Undang (UU) Penyiaran telah terjadi mengancam iklim demokrasi dan juga kebebasan pers pada Indonesia. Hal ini ditegaskan oleh Ketua YLBHI, M Isnur.

“Sejumlah pasal multitafsir juga sangat mungkin digunakan oleh alat kekuasaan untuk membatasi kebebasan sipil dan juga partisipasi publik,” kata Isnur di keterang tertulisnya, Hari Jumat (17/5/2024).

Isnur menyebutkan, Pasal 50 B Ayat (2) huruf c RUU Penyiaran terkait larangan liputan investigasi jurnalistik bermetamorfosis menjadi salah satu klausul yang multitafsir. Menurutnya, keberadaan klausul itu telah lama merugikan masyarakat.

“Hal ini jelas merugikan masyarakat, sebab, di lingkup pemberantasan korupsi, barang jurnalistik kerap menjadi kanal alternatif untuk membongkar praktik kejahatan atau penyimpangan tindakan pejabat publik,” terang Isnur.

Sebelumnya, Ketua Komisi I DPR, Meutya Hafid menegaskan, sampai ketika ini revisi UU tentang Penyiaran belum ada. Dia menyebutkan, yang berubah menjadi polemik belakangan ini cuma sebatas draf saja.

“RUU Penyiaran ketika ini belum ada, yang dimaksud beredar ketika ini adalah draf yang tersebut kemungkinan besar muncul di beberapa versi serta masih amat dinamis. Sebagai draf, tentu penulisannya belum sempurna kemudian cenderung multitafsir,” kata Meutya pada keterangannya, Kamis (16/5/2024).

Legislator Partai Golkar itu menjelaskan, tahapan draf revisi UU Penyiaran pada waktu ini masih pada Badan Legislasi (Baleg). Sehingga, belum ada pembahasan dengan pemerintah.

PWI menyatakan secara tegas bahwa larangan penayangan eksklusif jurnalistik investigasi yang digunakan tercantum di Pasal 50B Ayat (2) huruf C, pada berkas RUU Penyiaran hasil Rapat Badan Legislasi DPR 27 Maret 2024, menunjukkan bahwa penyusun RUU melakukan pelanggaran menghadapi Pasal 4 Ayat (2) dari UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers.

Pasal 4 yang disebutkan jelas mengatur bahwa terhadap pers nasional tak dikenakan pelarangan penyiaran, juga jikalau hal yang dimaksud diwujudkan akan berhadapan dengan tuntutan pidana penjara paling lama 2 tahun atau denda paling banyak Rp500 juta.

Artikel ini disadur dari Draf Revisi UU Penyiaran Dinilai Ancam Demokrasi, YLBHI: Berpotensi Jadi Alat Kekuasaan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *