Berita

IJTI Minta Sejumlah Pasal di Draf Revisi UU Penyiaran Dicabut

30
×

IJTI Minta Sejumlah Pasal di Draf Revisi UU Penyiaran Dicabut

Sebarkan artikel ini
IJTI Minta Sejumlah Pasal pada Draf Revisi UU Penyiaran Dicabut

JAKARTA – Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) memohon agar sebagian pasal di draft revisi Undang-Undang (UU) Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran , untukdicabut. Hal itu dikarenakan akan berisiko mengancam kebebasan pers.

“Menolak lalu memohonkan agar beberapa orang pasal di draf revisi RUU Penyiaran yang dimaksud memiliki kemungkinan mengancam kemerdekaan pers dicabut,” kata Ketua Umum IJTI Herik Kurniawan pada keterangannya, Hari Sabtu (11/5/2024).

Herik juga memohon DPR untuk mengkaji kembali draf revisi RUU Penyiaran dengan melibatkan semua pihak termasuk organisasi jurnalis dan juga publik.

“Meminta terhadap semua pihak untuk mengawal revisi RUU Penyiaran agar tiada menjadi alat untuk membungkam kemerdekaan pers juga kreativitas individu di beragam platform,” kata Herik.

IJTI, kata Herik, menaruh perhatian terhadap draf revisi UU Penyiaran baik dari sisi langkah-langkah penyusunan maupun substansi.

Diketahui, otoritas bersatu DPR berencana merevisi UU Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran. Recana ini telah lama memasuki tahap penyelesaian draf revisi UU Penyiaran. Draf revisi UU Penyiaran yang merupakan inisiasi dari DPR telah lama dibahas di Baleg pada 27 Maret 2024.

“Dari langkah-langkah penyusunan, IJTI menyayangkan draf revisi UU Penyiaran terkesan disusun secara tidak ada cermat kemudian mungkin mengancam kemerdekaan pers telebih penyusunan tiada melibatkan beraneka pihak seperti organisasi profesi jurnalis atau komunitas pers,” kata Herik.

Herik mengumumkan bahwa pada darf revisi UU Penyiaran terdapat beberapa jumlah pasal yang mana bermetamorfosis menjadi perhatian khusus bagi IJTI. Pertama, Pasal 50 B ayat 2 huruf c yang dimaksud melarang penayangan eksklusif karya jurnalistik investigasi.

“IJTI memandang pasal yang disebutkan telah terjadi memunculkan sejumlah tafsir lalu membingungkan, pertanyaan besarnya mengapa RUU ini melarang televisi menayangkan secara eksklusif karya jurnalsitik investigasi?. Selama karya yang dimaksud memegang teguh kode etik jurnalistik, berdasarkan fakta lalu data yang tersebut benar, dibuat secara profesional kemudian semata-mata untuk kepentingan umum maka tidaklah boleh ada yang mana melarang karya jurnalistik investigas disiarkan di televisi,” kata Herik.

Artikel ini disadur dari IJTI Minta Sejumlah Pasal dalam Draf Revisi UU Penyiaran Dicabut

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *