Berita

Pertemuan Kehutanan PBB, Nusantara Tegaskan Kegunaan Akurasi Pemantauan Hutan

32
×

Pertemuan Kehutanan PBB, Nusantara Tegaskan Kegunaan Akurasi Pemantauan Hutan

Sebarkan artikel ini
Pertemuan Kehutanan PBB, Nusantara Tegaskan Kegunaan Akurasi Pemantauan Hutan

NEW YORK – Akurasi pemantauan hutan di pengambilan sebuah kebijakan, apalagi yang berdampak luas secara global seperti Regulasi Bebas Deforestasi Uni Eropa (EU Deforestation-free Regulation/EUDR). Demi akurasi, pemantauan hutan diperlukan memperhatikan parameter yang lebih banyak rinci juga pengecekan lapangan (ground check).

Wakil Menteri Lingkungan Hidup lalu Kehutanan ( KLHK ) Alue Dohong mengatakan, data lalu informasi yang dimaksud akurat sangat penting, khususnya terkait kebijakan yang dimaksud berdampak pada ekonomi global. Contohnya EUDR, yang hanya sekali berbasis pada parameter makro kemudian umum.

”EUDR seharusnya mempertimbangkan parameter yang digunakan lebih banyak detil juga perlunya pengecekan lapangan. Hal ini dapat kita kembangkan lebih tinggi sangat jauh melalui sistem pemantauan hutan yang kuat,” kata Alue Dohong pada waktu pengaktifan sesi Side Event pada Pertemuan PBB untuk Kehutanan (United Nation Diskusi on Forest/UNFF) ke-19 dalam New York, Amerika Serikat, Kamis (9/5/2024).

Plt Dirjen Pengelolaan Hutan Lestari KLHK Agus Justianto menambahkan pemantauan hutan menggunakan teknologi penginderaan sangat perlu disempurnakan dengan pengecekan lapangan. “Hingga ketika ini belum ada teknologi (penginderaan jauh) yang menggambarkan keadaan lapangan dengan akurasi sangat tinggi,” katanya.

Menurut Agus, pengecekan lapangan bertujuan untuk menjamin keadaan sesungguhnya tutupan lahan pada lapangan. Selain itu juga untuk memperbaiki kemudian meningkatkan akurasi data tutupan hutan. Pengecekan lapangan juga diperlukan untuk mendapatkan data lalu informasi baru di lapangan yang dimaksud bukan diketahui jikalau hanya saja menggunakan citra satelit penginderaan jauh.

Agus menjelaskan Negara Indonesia memanfaatkan teknologi penginderaan sangat jauh pada pemantauan sumber daya hutan untuk mengupayakan pengelolaan hutan lestari pada level manajemen hutan, bahkan dimanfaatkan juga pengaplikasian citra satelit beresolusi tinggi.

Lebih lanjut dijelaskan, Nusantara telah terjadi membagi tutupan lahan ke pada 23 kelas berdasarkan keadaan lapangan, termasuk area tutupan hutan kemudian area tutupan non hutan. “Seluruh data tutupan lahan berubah jadi pertimbangan utama pada merumuskan kebijakan untuk menggalang praktik pengelolaan hutan lestari,” ujarnya.

Saat ini, seluruh data spasial pemantauan hutan Negara Indonesia tersaji secara akurat melalui Sistem Monitoring Hutan Nasional (SIMONTANA). ”Melalui SIMONTANA, Indonesia mampu menunjukkan untuk planet data laju deforestasi secara ilmiah yang mana dapat dipertanggungjawabkan,” tandasnya.

Guru Besar Department of Geographical Sciences, University of Maryland Profesor Matthew Hansen mengungkapkan hasil pemantauan melalui jaringan Global Forest Watch berbasis penginderaan sangat jauh menunjukkan keberhasilan Indonesi membalik tren deforestasi pada saat negara lain seperti Brazil, Republik Demokratik Kongo, lalu Bolivia terus mengalami peningkatan deforestasi.

Bahkan, pemantauan dengan menggunakan standar IPCC menunjukkan pengurangan laju deforestasi Indonesia secara dramatis. “Dalam tujuh tahun terakhir, laju deforestasi Nusantara berkurang hampir sepertiganya,” katanya.

Tokoh pemantauan hutan global ini setuju tentang pentingnya peningkatan akurasi juga mengempiskan bias pada pemantauan tutupan hutan, salah satunya tentang pentingnya uji lapangan. Dia juga memuji implementasi SIMONTANA yang mana didukung ahli ke bidangnya yang digunakan tak dimiliki oleh Negara-negara lain.

Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Hutan Tanah Air Profesor Indroyono Soesilo mengatakan, pelaku bidang usaha pemegang Perizinan Berusaha Pemanfaatan Hutan (PBPH) melakukan pemantauan sumber daya hutan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang dimaksud berlaku pada antaranya untuk tata batas, monitoring Rencana Kerja Tahunan, lalu pencegahan kebakaran hutan lalu lahan. “Keterlibatan multi pihak di pemantauan hutan, di antaranya anggota APHI, telah dilakukan berkontribusi pada penurunan laju deforestasi di Indonesia,” katanya.

Turut hadir berubah jadi pembicara pada pertemuan yang disebutkan Deputy Director of the Forests Program, World Resources Institute (WRI) International Fred Stolle, juga Forest Inventory and Analysis Manager, US Forest Service Dr. Sara Goeking.

Artikel ini disadur dari Forum Kehutanan PBB, Indonesia Tegaskan Pentingnya Akurasi Pemantauan Hutan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *